Mengingat Tuhan, Menenangkan Hati, Mengapa?
Oleh : Amam Fakhrur
Tak banyak yang faham benar tentang seluk beluk bagaimana pesawat dapat terkendali sejak take off dan terbang dari satu bandara sampai landing di bandara lainnya. Wajar saja kalau kemudian terjadi ragam pemahaman tentang keberadaan pilot dalam pesawat.
Dalam sebuah penerbangan non komersial, duduk berderet tiga penumpang, ketiganya terlibat asyik dalam percakapan soal pilot pesawat. “ Pesawat yang kita tumpangi ini adalah tanpa pilot, pesawat ini di remote controle oleh operator dari terminal keberangkatan, seperti pesawat ulang alik menuju ruang angkasa yang tanpa awak, komentar Rukmana, penumpang di deret paling kanan. Anggapan Rukmana disergah oleh Dessy, penumpang yang duduk di bagaian tengah dengan mengatakan, “ Pesawat ini menggunakan pilot, cuman ia hanya bekerja pada saat pesawat akan take off, ia cukup sekali menekan tombol, setelah itu pilot tidak ngutak ngutik lagi perangkat pesawat , bisa jadi ia tinggal tidur pulas atau main game semaunya, pesawat dapat lepas landas secara mandiri tanpa kemudinya. Umaya, penumpang yang duduk di deret paling kiri menyangkal dua pandangan sebelumnya dengan menyatakan bahwa pesawat ini ada pilotnya, ia aktif mengarahkan, mengontrol dan mengemudikan pesawat secara on time , pilot tersebut sangat kompeten dan profesional, ia adalah suami saya.
Bila dalam pesawat tersebut di atas terjadi goncangan, turbulensi, entah karena cuaca atau karena kendala teknis pesawat, siapakah yang paling tenang di antara ketiga penumpang tersebut ? Jawabnya dapat diduga, yang paling tenang, tidak panik di antara ketiganya adalah Umaya. Mengapa ? Karena Umaya mengetahui dan mengenal bahwa di dalam pesawat ada pilot yang berusaha mengendalikan selama dalam penerbangan, ia sangat kompeten,dapat dipercaya dan profesional, sehingga ia akan berusaha mengatasi dengan cara terbaik. Berbeda dengan dua penumpang lainnya, keduanya akan kalut, panik, karena Rukmana tidak percaya bahwa di dalam pesawat terdapat pilot, dan Dessy memang percaya bahwa di dalam pesawat terdapat pilot, namun ia hanya bekerja di jelang take off , setelah itu ia menyerahkan kepada sistem, seterusnya ia sak karepe dewe.
Ceritera tentang cara pandang terhadap keberadaan pilot tersebut di atas, dapat dianalogkan dengan cara pandang manusia terhadap Tuhan kaitannya dengan peristiwa-peristiwa yang meliputinya. Ragam kejadian manusia dalam meniti sejarah kehidupan, tak hanya terwujudnya harapan dan cita-cita, tetapi ketidakselarasan antara harapan dan taqdir yang terjadi, potensial melahirkan situasi psychis yang mengguncangkan. Dalam situasi yang demikian, maka seharusnya manusia menguatkan bangunan relasi dan komunikasi yang sebenarnya dengan Tuhan, yaitu dengan mengingat Tuhan. Allah SWT, berfirman, “Karena itu , ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu “ ( QS. Al-Baqarah, 152 ). “ Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram, dengan berdzikir ( mengingat Allah ). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram ( QS.Ar.Ra’du,28 ).
Orang yang mengingat ( dzikir ) Allah , adalah orang meyakini bahwa Allah adalah dzat yang tidak hanya menciptakan jagat raya termasuk dirinya, tetapi Ia adalah Dzat yang Maha Profesional, penuh perhitungan dalam penciptaan-penciptaanan-Nya dan dalam memberikan kejadian-kejadian kepada hamba-Nya. Oleh karena itu ia mempercayai segala kejadian yang menimpa pada dirinya adalah skenario terbaik dari Allah. Ia memasrahkan dan mempercayai segala takdir yang diterima adalah produksi terbaik dari-Nya. Wajar saja cara pendang seperti ini menghadirkan ketenangan dalam hati.
Ia adalah seorang yang mengingat tidak hanya dalam lisan, tetapi kepercayaan total kepada Tuhan yang terhujam di dalam hati. Suatu ketika iapun rela dan sadar meluangkan waktu - waktu khusus dalam ritual istimewa untuk memperteguh mengingat-Nya. Mengingat di setiap ruang dan di setiap waktu, tidak tergantung kepada ritual yang penuh dekorasi di atas panggung, apalagi ritual yang bergantung kepada proposal, sama sekali tidak. Ia murni mengingat Tuhan.
Efek sampingnya, dengan mengingat Tuhan, segala awan ketakutan, kerisauan,kugundahan, kekesalan, kegoncangan akibat permasalahan kehidupan akan terterapi secara terukur. Segunung tumpukan problematika dan beban kehidupan akan sirna. Ia dapat melepaskan dari segala berhala yang membelenggu yang mendorong untuk menjadikan ketidaktenagan hati.
Dalam mengingat Tuhan, terdapat nilai-nailai kepasrahan ( tawakkal ) kepada-Nya,keyakinan penuh kepada-Nya, ketergantungan diri kepada-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, dan pengharapan kebaikan kepada-Nya..
Kalau dalam catatan ini, diawali narasi ceritera cara pandang tiga penumpang tentang pilot pesawat , hal itu hanyalah intro dan sekedar penggambaran untuk memudahkan pemahaman bahwa mengingat Tuhan akan menenangkan hati. Wallahu a'lam.
Berita Terkait: